Masjid Kampung Hulu Melaka masih berdiri gagah meskipun usianya sudah lebih dari 3 Abad lamanya. Yang berdiri di abad ke 18. Masjid ini memiliki seni arsitektur yang beragam, Mulai dari Melayu, Arab, Cina dan India. Hal itu membuktikan bahwa heterogenitas etnis dan budaya telah wujud dalam pengembangan Islam sejak Masa Silam. Dan bentuk seperti itu juga dapat terlihat pada masjid-madjid lainnya di Melaka, yang seusia dengan masjid ini seperti Masjid Tangkera dan Masjid kampung keling serta masjid-masjid lainnya.
Selain usianya yang tua, keunikan masjid ini adalah kekalnya budaya agama yang diwariskan oleh ulama-ulama masa lalu yang tentunya mengilhami berdirinya Majid ini. Paling tidak kita dapat menjumpai dua makam ulama dikawasan ini yakni Syeh Syamsudin As Sumatrani dan Habib Abdullah bin Said Abubakar Alhadad. Syeh Syamsudin As Sumatrani serta ulama-ulama lainnya. Bahkan dalam catatan sejarah hidup diabat ke-16. Dengan demikian kawasan ini tentulah menjadi saksi sejarah penting atas sebuah pertarungan diantara Portugis dengan konsolodisai Kerajaan-kerajaan Islam Nusantara (Anthony Reid, 2011, Rizal 2017).
Masjid Kampung Hulu menjadi penting bukan hanya bagai masyarakat Muslim di negeri Melaka namun juga tidak jarang dikunjungi masyarakat Muslim dari Manca Negara terutama Muslim Nusantara, Indonesia, Thailand, Singapura dan Brunai. Demikian diungkapkan oleh Abdullah (Red Tok Nuje, sebuah istilah yang baru penulis dengar di Masjid ini, yang berfungsi sebagai pengurus teknis Masjid setelah Imam dan Bilal). Bahkan menurut Tok Nuje yang telah berusia 72 tahun dan mengabdi di Masjid ini sejak umur 16 tahun itu, Masjid ini juga dikunjungi oleh Masyarakat Non Muslim, orang-orang Cina, India yang percaya bahwa masjid ini memili karomah. Mereka datang biasanya untuk berobat dari penyakit yang biasanya sudah tidak lagi dapat diobati secara medis melalui mandi dari air yang ada dikolam masjid, Air doa yang dibacakan oleh Imam serta Air yang dibacakan Surat Yasin pada tiap-tiap Malam Jumat.
Terdapat dua imam dan seorang bilal dimasjid ini, yang ketiganya diangkat dan gajinya dibayar oleh Majlis Agama Islam Melaka (MAIM). Pengurus masjid sendiri di angkat dan dipilih oleh Jamaah Masjid. Sementata itu keuangan masjid selain mendapaat suntikan dana dari Maim dan infaq sedekah dari jamah, keuangan masjid juga didukung oleh pendapatan Hotel wakaf yang ada dilingkungan masjid ini yakni hotel Cara Hulu. Hotel wakaf ini didirikan oleh MAIM dan dikelola secara profesional oleh seorang warga Asal Kampung Hulu yakni Cik Rizwan (biasanya dipanggil Cik Wan). Keberadaan Hotel ini selain sebagai sumber pendapatan Masjid juga menjadi penunjang aktifitas masjid. Karena menurut Cik Wan, masjid biasanya memiliki agenda tahun yakni Haul Habib yang biasanya jamaahnya dari Malaysia, Indonesia dan Singapura. Dan juga agenda aktifitas akademik seperti kunjungan kampus. Kampus IAITF Dumai rutin tiap tahun melakukan kunjungan dan kajian disini, dan di Hotel inilah mereka menginap ungkapnya.
Penulis : Muhammad Rizal Akbar (Ketua LP2M IAITF Dumai/ Sekjen PIPSM
Ikuti KKN Internasional Khazanah Islam Pesisir Selat Melaka