AI dan Peradaban Ummat Manusia

SahabatRiau
0

Pada saat memberikan motivasi pada Mahasiswa Baru di Kampus Fakultas MIPA Universitas Riau, seorang mahasiswi cerdas sentak menyoal persolan menarik yakni tentang AI. Dia tanpa perlu memanjangkan singkatan AI itu langsung menyoal dan mengkhawatirkan kehadiran teknologi itu akan mengancam manusia terutama dari sisi profesi pekerjaan manusia yang menurutnya  bakal diambil alih oleh teknologi tersebut.
Sebagai pembicara, saya sebenarnya agak kewalahan juga menjawab pertanyaan itu, namun saya coba untuk mengembalikan kekhatiran itu dengan menantang bahwa  ditangan merekalah yang kebetulan berhimpun disana para mahasiswa Matematika, Biologi, Kimia, Fisika, komputet dan statistik bersama Dosen-dosennya meleraikan pertelingkahan itu dengan menemukan model yang dapat mendamaukan AI dengan harkat kemanusian kita.

Jawaban sepontan saya itu mendapat apresiasi yang luarbiasa dari para Mahasiswa dan Dosen yang tentunya pakar2 dalam bidangnya. Bahkan saya juga menekankan bahwa kita tidak seharusnya berkiblat pada barat dalam hal saintis, saya menyebutkan disini sudah bayak Doktor dan Profesor yang luar biasa dan peraban sains akan bermula disini. 

Tidak jelang satu hari, soalan mahasiswa itu kembali terngiang di ingatan saya ketika mengunjungi sebuah Rumah Sakit yang ada di Kota Pekanbaru, yang tidak perlu saya sebutkan namanya. Kebetulan saya membawa anak saya yang punya benjolan di kakinya. Karena menggunakan layanan BPJS, saya membawa anak saya tersebut ke kelinik dimana BPJSnya didaftatkan. Sore itu lebih kurang pukul 15,30. Dokter klinik akhirnya mengeluarkan surat rujukan, dan saya bersama istri langsung ke Rumah Sakit yang ditunjuk, namun ternyata layanan Dokter sudah tutup dan kami harus datang besok harinya.

Besoknya saya datang lagi ke RS tersebut pada pukul 8,15 dan dimulai dengan pendaftatan dibagian BPJS ternyata sudah ramai orang disana sehingga dapat antrian 58, setelah menunggu lebih kurang satu jam lebih baru kelar pendaftaran BPJS, dan selanjutnya keruang Dokter yang ditunjuk. Setibanya disana lebih kurang pukul 9,30 pelayan menyatakn Dokternya baru masuk sekitar pukul 10,30. Dan diruang itu sudah berjibun pula antrian pasien serta keluarganya yang ingin berobat. 

Fenomena itu langsung mengusik pikiran, "harkat kemanusian kita belum tuntas rupanya". Orang sakit tidak segera mendapatkan pelayanan, mau dapat pemeriksaan Dokter harus antri panjang meskipun dalam kondisi pesakit yang tua, terhuyung-huyung bahkan pakai kursi roda. Pemandangan ini sepertinya sudah biasa, saat ini saya dirumah sakit swasta, bagaimana halnya dengan milik negara. 

Saat itulah saya berfikir bahwa AI boleh saja bukan musuh kita. Boleh jadi jika dikelola dengan baik persoalan antri, terbatasnya Dokter dapat teratasi karena pertumbuhan Dokter tidak sebanding dengan jumlah penduduk diseluruh Dunia, apa lagi ketika menyadari bahwa betapa mahalnya pendidikan Dokter, sehingga hanya orang-orang berada saja yang dapat mengaksesnya. 

Rumah sakit yang bermunculan namun tidak sebanding dengan pertumbuhan Dokter, apalagi kalu mau Dokter pakar pastilah sudah sangat jauh dari harapan. 

Akhirnya saya berfikir boleh jadi nanti pemeriksaan kesehatan sudah tidak perlu lagi pergi ke Rumah Sakit dan Dokter, semua orang bisa melakukan secara mandiri dengan aplikasi AI yang tingkat akurasinya tinggi. Sehingga penangan Dokter baru diperlulakan jika dalam penanganan itu diperluka  treadman tertentu yang harus dilakukan secara manual dan terbatas. 

Dengan demikian kita tidak melihat lagi orang yang tertatih-tatih, tua tenta, mengunakan roda masuk dalam antrian lama yang kadang sangking lamanya, menambah koleksi penyakitnya. 

ditulis Oleh : Rizal Akbar

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)