Khazanah Ulama Pesisir Selat Melaka: Aset Strategis Tamadun Melayu-Islam

SahabatRiau
0

Materi ini disampaikan disampaikan Oleh : Assoc Prof. Dr. H.M. Rizal Akbar pada  pada Seminar Antarabangsa Peradaban Nusantra Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) yang dilaksankan di Kompleks Jabatan Kebudayaan Dan Kesenian Negara (JKKN Melaka) Air Keruh, Melaka Malaysia, Jumat (7/11)

Pesisir Selat Melaka, yang membentang dari pesisir timur Sumatera hingga barat Semenanjung Tanah Melayu, telah lama menjadi medan interaksi antarbangsa dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Jalur ini bukan hanya signifikan secara geografis, tetapi juga secara spiritual dan intelektual. Di sinilah tumbuh jaringan ulama yang membentuk tamadun Melayu-Islam sejak abad ke-13 hingga ke-20. Khazanah ulama di kawasan ini—berupa warisan ilmu, nilai, institusi, dan karya tulis—merupakan aset strategis dalam pembinaan peradaban dunia Melayu-Islam hingga hari ini.

Pertama, dalam konteks penyebaran agama Islam, para ulama berperan sebagai agen utama dakwah yang menyebarkan Islam secara damai melalui jaringan perdagangan dan hubungan antar masyarakat pelabuhan. Melalui pendekatan hikmah dan teladan, para ulama berhasil mengislamkan raja-raja Melayu, yang kemudian menjadi pintu masuk Islamisasi rakyat. Melaka, misalnya, berkembang menjadi pusat Islam regional pada abad ke-15. Tokoh seperti Syeikh Abdul Aziz, Hamzah Fansuri, Nuruddin ar-Raniri, dan Syamsuddin as-Sumatrani bukan sekadar pengajar agama, tetapi perancang spiritual kerajaan dan masyarakat.

Kedua, dalam ranah ekonomi maritim, ulama turut membentuk landasan etika dan hukum dagang yang Islami. Kesultanan-kesultanan Melayu mengangkat syahbandar dan qadhi sebagai pengawas pelabuhan dan perdagangan, memastikan transaksi berlandaskan prinsip keadilan dan halal. Ulama juga memfasilitasi sistem wakaf dan zakat dalam mendukung pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Perpaduan antara ekonomi maritim dan nilai-nilai syariah menjadikan kota-kota pelabuhan seperti Aceh, Melaka, dan Riau sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat keilmuan Islam.

Ketiga, ulama memainkan peran penting dalam pembentukan kekuasaan raja-raja Melayu. Islam bukan hanya menjadi agama pribadi sultan, melainkan sumber legitimasi politik dan dasar penyusunan undang-undang kerajaan. Ulama menjadi penasihat istana, menyusun hukum seperti Hukum Kanun Melaka yang mengandung unsur fikih Syafi’i. Institusi qadhi dan pengadilan syariah memperkuat struktur hukum Islam dalam pemerintahan. Relasi erat antara raja dan ulama membentuk struktur kekuasaan yang sakral, moderat, dan berakar kuat di masyarakat.

Keempat, di bidang pendidikan dan kebudayaan, ulama mendirikan jaringan lembaga pendidikan seperti dayah, pondok, dan surau yang menjadi tempat penggemblengan ilmu agama dan kepemimpinan. Mereka juga menghasilkan karya-karya tulis dalam bahasa Melayu-Jawi, memperkaya sastra dan intelektualisme dunia Melayu. Bahasa Melayu, lewat tangan para ulama, tumbuh sebagai bahasa dakwah dan ilmu. Karya Hamzah Fansuri, Nuruddin ar-Raniri, Raja Ali Haji, dan banyak lainnya memperkuat posisi budaya Islam dalam jati diri bangsa Melayu.

Kelima, pasca kolonialisme, ulama tampil sebagai penggerak perjuangan kemerdekaan dan pembentuk negara bangsa. Mereka memimpin perlawanan terhadap penjajah, menyebarkan semangat jihad dan keadilan. Setelah kemerdekaan, ulama terlibat dalam perumusan dasar negara, sistem pendidikan, dan hukum, memastikan nilai-nilai Islam tetap menjadi landasan kehidupan berbangsa. Tokoh-tokoh seperti Tuanku Imam Bonjol, Haji Agus Salim, KH Wahid Hasyim, hingga Buya Hamka menjadi contoh kesinambungan peran ulama dalam menjaga identitas dan moral bangsa.

Kesimpulannya, khazanah ulama pesisir Selat Melaka merupakan warisan peradaban yang multifaset dan berdaya tahan tinggi. Ia menjadi penghubung antara nilai-nilai Islam dan realitas sosial masyarakat Melayu, dari zaman kerajaan hingga negara modern. Di tengah tantangan globalisasi dan krisis identitas, warisan ini menjadi referensi penting untuk pembinaan tamadun yang berakar pada nilai spiritual, keilmuan, dan kebangsaan. Oleh karena itu, pelestarian, dokumentasi, dan pengajaran khazanah ulama Melayu adalah agenda strategis untuk masa depan dunia Melayu-Islam yang berdaulat dan berperadaban.

Dokumen Pendukung : Undangan, PPT, Poster Proposal

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)